Rabu, 10 September 2008

Ukur Kemampuan Seks Perempuan Lewat Cara Jalannya

Pernahkah Anda memperhatikan cara jalan perempuan? Ternyata cara jalan mereka berhubungan dengan kemampuan orgasmenya lho! Sebuah penelitian membuktikannya.

Sebuah tim yang dipimpin oleh Stuart Brody dari Universitas West Scotland dan bekerja sama dengan beberapa perwakilan dari Belgia mengadakan sebuah penelitian.

Penelitian dilakukan dengan mengamati dan merekam cara jalan 16 mahasiswi asal Belgia. Tak hanya itu ke 16 mahasiswi tadi kemudian disodorkan beberapa pertanyaan mengenai kehidupan seks mereka, seperti dikutip detikhot dari eurekalert, Rabu (10/9/2008).

Cara jalan tersebut kemudian di bandingkan dengan jawaban ke 16 perempuan tadi. Dalam penelitian ditemukan bahwa perempuan yang cara jalannya tegap, dengan kaki lurus, serta ada gerakan memutar di panggul dan tulang belakang (bak cara jalan seorang model di atas catwalk. red ) menunjukkan bahwa perempuan itu memiliki sejarah orgasme yang baik. Perempuan-perempuan tadi juga tidak memiliki trauma dalam hal bercinta. Cara jalan mereka menunjukkan keterbukaan dan kebebasan.

Sedangkan cara jalan perempuan yang terlihat aneh ternyata berhubungan dengan pengalaman seks masa lalunya. Rangsangan pada dinding vagina seorang perempuan dapat mempengaruhi cara jalannya. Selain itu cara jalan perempuan juga menunjukkan rasa percaya dirinya, termasuk dalam hal bercinta.

Merokok Lebih Berbahaya Bagi Perempuan

Efek negatif dari kebiasaan merokok telah banyak menjadi pembicaraan. Namun tahukah Anda, bahwa efek itu lebih berbahaya bagi perempuan?

Bagi perempuan, risiko terkena serangan jantung karena kebiasaan merokok lebih besar dari laki-laki. Hal ini dibuktikan oleh peneliti asal Norwegia. data ini diambil dari 1.784 pasien jantung di rumah sakit Norwegia.

Dikutip detikhot dari health24, Senin (8/9/2008), dalam penelitian itu dibuktikan bahwa perempuan yang merokok biasanya berisiko mengalami serangan jantung 14 tahun lebih cepat dari perempuan yang tidak merokok.

Berbeda dengan perempuan, laki-laki yang merokok memiliki risiko 8 tahun lebih cepat mengalami serangan jantung dibanding laki-laki yang tidak merokok.

Tak hanya itu, perempuan yang merokok juga mengalami beberapa kerugian lain, seperti mengalami menopause lebih cepat, dan sejumlah kerugian lainnya. Walaupun begitu, baik laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki risiko dan kerugian karena kebiasaan merokoknya.

Jadi tunggu apa lagi? Matikan rokok Anda sekarang!

Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Phlebitis

Rumah sakit sebagai sarana pelayanan Kesehatan harus peka terhadap perubahan dan tuntutan yang terjadi dalam masyarakat yaitu tuntutan pelayanan rumah sakit yang berkualitas tinggi. Sebagai salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit yang bermutu adalah rendahnya angka kejadian infeksi dan nosokomial. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang diakibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan. Infeksi berhubungan dengan prosedur diagnostik atau prosedur teraupetik, dan sering memanjangkan waktu tinggal di rumah sakit, sehingga biaya perawatan pasien turut pula meningkat.Salah satu prosedur terupetik yang menyebabkan timbulnya infeksi pembuluh darah vena pada umumnya berhubungan dengan prosedur pemasangan infus.
Dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit, setiap tahun sekitar 50% pasien mendapatkan terapi intavena.Tindakan pemasangan infus bisa menimbulkan beberapa resiko jika tidak dilakukan secara benar dan salah satu efek yang timbul dari pemasangan adalah phlebitis.
Sejumlah faktor yang dapat mengontribusi terjadinya infeksi nosokomial faktor-faktor resiko terjadinya phlebitis adalah tindakan pemasangan infus, lama pemasangan, pilihan vena, jenis cairan (cairan hipertonik) dan pemilihan jarum. Dan salah satunya adalah tindakan pemasangan infus adalah merupakan faktor yang dapat mengkontribusi penyebaran migroorganisme.
Phlebitis (Inflamasi Vena) merupakan salah satu komplikasi pada terapi cairan intra vena. Phlebitis merupakan salah satu radang akut dimana merupakan respon langsung dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel.

Anak dan Nyeri

Nyeri adalah pengalaman subjektif yang meliputi komponen sensorik maupun subjektif yang meliputi komponen sensorik maupun emosional. Karenanya intensitas pengalaman nyeri dan mekanisme untuk mengatasinya bervariasi antar individu. Namun, ketidakmampuan penderita pediatri, untuk dengan jelas mengkomunikasikan pengalaman nyeri telah menimbulkan mitos social yang kompleks dan kesalahan secara medis yang mengakibatkan kurang cukupnya terapi nyeri pada anak (Behrman,2000). Nyeri tidak bisa dihindarkan, kehidupan tidak lepas dari nyeri. Orang harus belajar hidup dari nyeri, mengontrolnya, daripada dikontrol oleh nyeri. Orang dewasa dan anak-anak yang mengalami nyeri merasa tubuh dan kehidupan mereka diluar kontrol. Usaha harus dibuat untuk memberikan pilihan atau kontrol selama nyeri. (Carpenito,1998).
Langkah pertama program manajemen nyeri komprehensif adalah evaluasi kebutuhan perorangan penderita. Harus dilakukan pendidikan sesuai umur dengan diskusi mengenai perencanaan perawatan yang diusulkan atau setiap tindakan yang direncanakan. Dengan mengijinkan penderita untuk berpartisipasi dan terlibat dalam pemilihan rencana terapi sejauh mungkin, keyakinan diri dan kerjasama penderita dari hampir semua usia dapat ditingkatkan (Behrman,2000). Intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri anak salah satunya adalah melakukan strategi nonfarmakologis untuk membantu mengatasi nyeri karena teknik seperti distraksi dapat membuat nyeri dapat lebih ditoleransi (Wong, 2003).
Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti reaksi terhadap tindakan yang sangat menyakitkan (Nursalam, Susilaningrum dan Utami, 2005). Banyak studi mencatat bahwa ketika orang dewasa dan anak-anak dan menjalani pembedahan yang sama, anak-anak tidak memerlukan obat analgesik (Eland &Anderson, 1977;Beyer,1983 dalam Carpenito,1998) . Studi dari Andrea Windich-Biermeier, RN yang mengevaluasi efek distraksi yang dipilih sendiri oleh anak yang mendapat prosedur invasive menunjukkan efek penurunan nyeri yang signifikan (www.jpo.sagepub.com).

Gangguan orientasi realita

Gangguan orientasi realita adalah ketidak mampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal (seperti perasaan dan sensasi somatik) dengan rangsangan eksternal (seperti iklim, bunyi, situasi alam sekitar), tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan, klien tidak mampu memberikan respons secara akurat. Biasanya disebabkan fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial ditandai dengan adanya gangguan daya ingat, disorientasi, inkoheren, salah persepsi, penurunan perhatian serta sukar berpikir secara logis. Gangguan ini membuat individu berada dalam kebingungan, tidak mampu memahami suatu pengalaman dan tidak mampu menghubungkan kejadian saat ini dengan kejadian lampau. Gangguan orientasi realita umumnya ditemukan pada klien skizofrenia dan psikotik lain.

Infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, terbukti dari banyaknya laporan tentang kejadian infeksi nosokomial di rumah-rumah sakit, baik di luar maupun di dalam negeri, dengan konsekwensi meningkatnya angka kesakitan dan kematian (Lubis,2003).
Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin meningkat terlebih lagi dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang telah dihadapi Indonesia saat ini. Indikasi rawat pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama yang juga berarti pasien dapat memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti daya tahan pasien lebih rendah dan pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan invasif yang akan memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial. Mutu pelayanan di Rumah Sakit dapat berpengaruh karena pasien bertambah sakit akibat infeksi nosokomial. (www.infeksi.com).Bagi pasien yang dirawat di Rumah Sakit ini merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung terhadap kematian pasien. Beberapa kejadian Infeksi Nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama di Rumah Sakit (Depkes RI,2006).
Resiko infeksi nosokomial selain terjadi pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit, dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit tersebut. Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan petugas terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien (Martono,www. inna-ppni.or.id).
Di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (www.spiritia.com). Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman yang tertentu. Cara transmisi mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, dan dengan kontak langsung. Di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya, infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke petugas, dari petugas ke pasien dan antar petugas. Dengan berbekal pengetahuan tentang patogenesis infeksi yang meliputi interaksi mikroorganisme dan pejamu, serta cara transmisi atau penularan infeksi, dan dengan kemampuan memutuskan interaksi antara mikroorganisme dan pejamu maka segala kemampuan memutuskan interaksi antara mikoorganisme dan pejamu, maka segala bentuk infeksi dapat dicegah (www.infeksi.com).
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk petugas Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang sangat berbahaya, dalam artian rawan, untuk terjadi infeksi. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Martono,www. inna-ppni.or.id).
Salah satu dari mekanisme pengendalian infeksi nosokomial yang paling penting yang telah ditunjukkan adalah pencucian tangan. Bagaimanapun, berbagai studi telah menunjukkan bahwa staf unit perawatan kritis sering kali melupakan arti penting dari prosedur ini (Hudak dan Gallo, 1996). Dasar Kewaspadaan Universal adalah salah satunya dengan cuci tangan secara benar.

mesti diperhatikan

Pada anak, bicara merupakan suatu tahap perkembangan yang sebenarnya telah dimulai sejak masa bayi. Tahap bicara ini justru mesti diperhatikan sedini mungkin, Karena pada tahap ini dapat dijadikan parameter ada atau tidak gangguan perkembangan pada seorang anak. Tahap-tahap perkembangan lain seperti motor kasar-halus, sosialisasi/interaksi tentu saja mempunyai peranan penting dalam menentukan optimal atau tidaknya perkembangan anak.
Teori Piaget, perkembangan anak dalam arti tahap tumbuh kembang adalah berada di usia 2-3 tahun yang dicirikan dengan munculnya kemampuan motorik dan awal dari proses sosialiasi dengan lingkungan. (Mussen, 2001.) Pada usia 2-3 tahun yang merupakan tahap praoperasional. Anak berusaha menguasai simbol-simbol, kata-kata dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini anak bersifat ego centris, melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), yaitu melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan. Tahap ini adalah awal dimana anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar, objek-objek, dan orang-orang yang dekat dengannya. Penggunaan bahasa disertai ungkapan-ungkapan emosi seperti ekspresi wajah dan sebagainya mulai ditunjukkan pada tahap ini untuk menunjukkan apa yang dikehendaki dan apa yang dirasakan untuk disampaikan kepada orang atau objek yang ada di sekitarnya. Tahap perkembangan komunikasi ini merupakan tahap penting, sebagai permulaan di dalam merangsang kemampuan komunikasi anak di masa besarnya. Stimulus-stimulus yang dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi mutlak diperlukan (Hidayat,2005).

Pengawasan pengobatan penderita TB Paru

Pengawasan pengobatan penderita TB Paru sebaiknya mengikut sertakan keluarga sebagai pengawas pengobatan, agar penderita dapat berobat secara kontinue untuk menjamin kesembuhan, mencegah resistensi, keteraturan pengobatan dan mencegah drop out/lalai perlu diadakan pengawasan dan pengendalian pengobatan dengan pendekatan DOTS oleh pengawas pengobatan setiap hari.
Dalam Pokok-Pokok Strategi Baru Pemberantasan TB Paru juga disebutkan keteraturan berobat termasuk salah satu strategi. Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly Observed Treatment Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.

Kenakalan Remaja

Di Indonesia masalah kenakalan remaja dirasa telah mencapai tingkat yang cukup meresahkan bagi masyarakat. Kondisi-kondisi ini memberikan dorongan kuat kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab mengenai masalah ini, seperti kelompok edukatif di lingkungan sekolah, kelompok hakim dan jaksa di bidang penyuluhan dan penegakan kehidupan kelompok. faktor lain yang tidak dapat dikesampingkan pula adalah peranan masyarakat dan keluarga di dalam menunjang hal ini. (Sudarsono, 2004 dalam Aviv Sangki,2008)
Fenomena kenakalan remaja, kejahatan anak-anak (populer : Juvenile delinquency) di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang sangat mengkhawatirkan. Banyaknya peristiwa tawuran pelajar, pencurian, pemerasan, narkoba, seks bebas, miras, bolos sekolah, dan perilaku-perilaku menyimpang lain menunjukkan bukti betapa Juvenile delinquency perlu mendapat perhatian serius dari semua kalangan. Masa remaja adalah masa yang khusus, masa penuh gejolak, masa pertumbuhan fisik yang khas, dan sering terjadi ketidakseimbangan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan berfikir, bahwa emosi , dan sosial anak. Masa remaja seringkali juga disebut masa pencarian identitas dan jati diri, oleh karena itu seringkali terjadi ketidakstabilan. (www.madiunkab.go.id.)
Masa remaja adalah masa transisi. Seorang individu, telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh kebergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada keadaan dan tingkat social masyarakat dimana ia hidup (Willis, 2005 dalam Aviv Sangki,2008) ).
Mengkonsumsi minuman beralkohol dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan). Penyalahgunaan/ ketergantungan NAZA (Narkotik, Alkohol, dan Zat adiktif) Jenis alkohol ini dapat menimbulkan gangguan mental organik yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, berperasaan dan berperilaku, disebabkan reaksi langsung alkohol pada neuro-transmitter sel-sel saraf pusat otak. Dengan sifat adiktifnya itu maka orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa disadari akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan (Intoksikasi) mabuk. (Hawari, 2006)
Hampir setiap orang dapat menjadi orang yang hidupnya bergantung (dependent) kepeda obot-obatan, khusunya pada alkohol. Kecanduan biasanya terjadi jikalau orang yang bersangkutan terus menerus membiasakan minum minuman keras dalam takaran yang tinggi. Banyak orang tergoda untuk minum minuman keras pada saat mengalami tekanan hidup yang berat. (www.sabda.org/yisa , 2007).
Alkohol bila dikonsumsi berlebihan akan muncul efek sebagai berikut : merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan terhambat, menjadi lebih emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan). Pemabuk atau pengguna Alkohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver dan kerusakan otak. (www.kapaLagi.com 2007)