Banyak sekali penyalahgunaan antibiotik di masyarakat. Hampir setiap penyakit diberi antibiotik, Mungkin perlu penanganan ke berbagai pihak, baik dari dokter maupun apotik sebagai penjual obat. Karena ada beberapa apotik atau toko obat yang dengan mudah melayani pembelian anti biotik walaupun tanpa resep atau dengan coppyan resep. World Health Organization (WHO) (2001), menyampaikan keprihatinan yang tinggi terhadap perkembangan bakteri resisten. WHO pun menyatakan global alert atau perang melawan bakteri resisten. Kecenderungan peningkatan penggunaan antibiotika di Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan penggunaaan obat yang tidak rasional dan akan menghambat penurunan angka morbiditas dan mortalitas penyakit.
Tidak semua orang tahu bahwa antibiotik tidak boleh dikonsumsi sembarangan. Tak semua orang tahu bahwa bila hal itu dilakukan, akibatnya justru fatal, apalagi hanya untuk penyakit-penyakit ringan. Ibaratnya, ingin membunuh satu orang mestinya cukup dengan pistol, tapi digunakan bom yang bisa menghancurkan penduduk satu kota. Selain tidak tepat penggunaan, dampak yang lebih jauh adalah bakteri dalam tubuh justru menjadi kebal. Bahan antibiotik pertama ditemukan Alexander Fleming pada 1928. Kemudian, pada 1940-an antibiotik mulai digunakan secara luas. Waktu itu, ahli scientist dunia memprediksi, dengan ditemukannya antibiotik, pada 1960-an dunia diprediksi bersih dari penyakit infeksi. Namun, bukannya penyakit infeksi teratasi, justru jenis bakteri baru muncul akibat resistensi terhadap penggunaan antibiotik. Bahkan, pada 1990, di beberapa belahan dunia pernah terjadi post antibiotika era. Suatu keadaan yang antibiotik tidak berfungsi lagi. Diantara 20 jenis antibiotik yang ada, hanya satu yang bisa mengobati penyakit infeksi.Kecuali pada kasus penderita sepsis bakterial membutuhkan terapi antibiotik segera setelah ada kecurigaan sepsis. Selama hasil kultur dan antibiogram belum tersedia, maka harus diberikan antibiotik inisial/ empirik yang didasarkan pada pola kurnan penyebab terbanyak di lingkungan tersebut dan kepekaannya terhadap antibiotic. Pada TB Paru, kini mengganti antibiotik rifampisin dengan rifapentin antibiotik versi takaran tinggi buatan Sanofi-Aventis sebagai rejimen pengobatan tuberkulosis (TB) yang baku dapat mengurangi masa pengobatan dari enam bulan menjadi tiga bulan atau lebih cepat.
Penelitian di dua rumah sakit besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada 2001 menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik secara tidak bijak mencapai 80 persen. Kasus di RSU dr Soetomo, angka resisten terhadap antibiotik lini pertama (penyakit infeksi ringan) bisa mencapai 90 persen dan lini kedua (infeksi sedang) mendekati 50 persen. Dalam disertasinya yang dirilis beberapa waktu lalu, angka bakteri penghasil extended spectrum beta lactamase (ESBL, jenis bakteri yang sulit diobati) mencapai 29 hingga 36 persen. Bandingkan dengan Belanda yang angkanya kurang dari satu persen. Karena itu, bila antibiotik tidak digunakan secara tepat, post antibiotika era diprediksi bisa terjadi pada masa depan. Tingginya penggunaan antibiotik di rumah sakit akan meningkatkan angka resistensi bakteri di tempat itu. Yang pada akhirnya menyulitkan terapi. Bahkan, bakteri lebih mudah mutasi, yang berarti lebih cepat resisten terhadap berbagai antibiotik. Antibiotik adalah obat yang dapat digunakan untuk membunuh kuman, virus, cacing, protozoa, dan jamur. Biasanya, jika mengalami sakit dan disebabkan beberapa hal tersebut, obatnya antibiotik. Tidak hanya itu. Antibiotik dibutuhkan saat seseorang sakit disertai demam. Jika sakitnya tidak disertai demam, belum tentu mereka membutuhkan antibiotic.
Agar tidak sembarangan dalam penggunaannya, sebaiknya masyarakat mengetahui jenis antibiotik. Di antaranya, tetracyclin yang digunakan untuk infeksi, sakit gigi, dan luka. Jenis chloramphenicol digunakan untuk penyakit tifus. Jenis griseofulfin digunakan untuk membunuh jamur serta combantrin untuk membunuh cacing. Ada juga narrow spectrum,yang berguna untuk membunuh jenis bakteri secara spesifik. Antibiotik yang tergolong narrow spectrum adalah ampicillin dan amoxycilin. Jenis kedua ialah broad spectrum untuk membunuh semua jenis bakteri di dalam tubuh. Karena itu, masyarakat harus paham soal antibiotik. Selain itu, sebelum mengonsumsi, harus tahu aturannya. Baik waktu pemakaian maupun dosis. Dengan demikian, pemakaian bisa dilakukan secara tepat dan rasional. Hal itu harus mendapat perhatian dari kalangan medis.
Minggu, 10 Januari 2010
Faktor yang berhubungan dengan kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan jamban
Ada beberapa elemen penting di dalam menunjang kesehatan manusia, diantaranya adalah air bersih dan sanitasi yang baik. Namun sayangnya saat ini pemenuhan akan kebutuhan air bersih dan sanitasi yang baik belum berjalan dengan baik . WHO menyatakan bahwa lebih dari 1,1 milyar orang pada wilayah pedesaan dan perkotaan kini kekurangan akses terhadap air minum dan 2,6 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Persoalan timbul ketika air yang tidak sehat ditambah dengan kurangnya sanitasi dasar serta perilaku hidup yang tidak sehat menjadi kebiasaan sehari-hari dari sebagian besar penduduk di negeri ini.
Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai kelompok usia rentan, hal ini dapat dilihat dari kematian hampir 100 ribu balita/tahun akibat diare di Indonesia. Berdasarkan data dari BPS (2004) ternyata bahwa proporsi rumah tangga di perkotaan di Indonesia yang menggunakan septic tank dan cubluk adalah 80,45 persen dan di pedesaan sebesar 57,26 persen (tidak mempertimbangkan kualitas sarana) dengan tingkat kepemilikan jamban keluarga di perkotaan 73,13 persen dan di perdesaan 53,1 persen. Disamping itu, ternyata bahwa hanya 13,9 persen penduduk yang memiliki akses terhadap pengolah air limbah. Dengan kata lain, hanya sedikit sekali proporsi rumah tangga yang dapat mengolah sampah mereka.
Untuk mencapai hidup yang sehat, masyarakat selalu berinteraksi dengan 4 faktor, yaitu faktor lingkungan, perilaku individu dan masyarakat, pelayanan kesehatan, dan faktor bawaan (genetik). Lingkungan sehat yang diharapkan adalah suatu lingkungan hidup yang terencana, terorganisasi dinilai dari semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia, dikelola sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan dapat ditingkatkan. Ditinjau dari sudut kepentingan masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan masih banyak sekali masalah–masalah lingkungan yang perlu segera mendapat perhatian. Kebanyakan masyarakat, terutama terutama yang hidup di daerah pedesaan belum mengetahui bahwa banyak sekali masalah–masalah lingkungan disekitarnya mereka yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup mereka. Keadaan dan masalah lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat nampak sangat beragam. Berbagai faktor lingkungan yang merugikan belum dapat diatasi, yang penting artinya dalam peningkatan masyarakat itu sendiri. Ada juga faktor lingkungan yang bersifat menguntungkan, belum dapat ditangani dengan baik sebagai karakteristik kehidupan masyarakat, sifat–sifat dan kebiasaan, serta tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah.
Untuk mempertahankan kesehatan yang baik kita harus mencegah banyaknya ancaman yang akan mengganggu kesehatan kita. Ancaman yang paling berbahaya adalah kedunguan yaitu ketidaktahuan atau tahu tapi tidak mau melaksanakan. Ancaman lainnya terhadap kesehatan adalah pembuangan kotoran (faeces dan urina) yang tidak menurut aturan. Buang Air Besar (BAB) di sembarangan tempat itu berbahaya. Karena itu akan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit lewat lalat, udara dan air. BAB di sembarangan tempat dapat berakibat : (i) gampang terkena penyakit yang disebarkan lewat lalat, udara, air bahkan lewat tangan, (ii) rasa malu dilihat orang lain, (iii) rentan terhadap serangan binatang buas, (iv) merugikan orang lain. Hal ini bertentangan dengan adat ketimuran kita Serta yang tidak kalah pentingnya adalah mengajak masyarakat membandingkan dengan desa lain yang kondisinya lebih jelek (tidak mampu), namun bisa membangun jamban keluarga tanpa bantuan orang lain .
Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai kelompok usia rentan, hal ini dapat dilihat dari kematian hampir 100 ribu balita/tahun akibat diare di Indonesia. Berdasarkan data dari BPS (2004) ternyata bahwa proporsi rumah tangga di perkotaan di Indonesia yang menggunakan septic tank dan cubluk adalah 80,45 persen dan di pedesaan sebesar 57,26 persen (tidak mempertimbangkan kualitas sarana) dengan tingkat kepemilikan jamban keluarga di perkotaan 73,13 persen dan di perdesaan 53,1 persen. Disamping itu, ternyata bahwa hanya 13,9 persen penduduk yang memiliki akses terhadap pengolah air limbah. Dengan kata lain, hanya sedikit sekali proporsi rumah tangga yang dapat mengolah sampah mereka.
Untuk mencapai hidup yang sehat, masyarakat selalu berinteraksi dengan 4 faktor, yaitu faktor lingkungan, perilaku individu dan masyarakat, pelayanan kesehatan, dan faktor bawaan (genetik). Lingkungan sehat yang diharapkan adalah suatu lingkungan hidup yang terencana, terorganisasi dinilai dari semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia, dikelola sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan dapat ditingkatkan. Ditinjau dari sudut kepentingan masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan masih banyak sekali masalah–masalah lingkungan yang perlu segera mendapat perhatian. Kebanyakan masyarakat, terutama terutama yang hidup di daerah pedesaan belum mengetahui bahwa banyak sekali masalah–masalah lingkungan disekitarnya mereka yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup mereka. Keadaan dan masalah lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat nampak sangat beragam. Berbagai faktor lingkungan yang merugikan belum dapat diatasi, yang penting artinya dalam peningkatan masyarakat itu sendiri. Ada juga faktor lingkungan yang bersifat menguntungkan, belum dapat ditangani dengan baik sebagai karakteristik kehidupan masyarakat, sifat–sifat dan kebiasaan, serta tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah.
Untuk mempertahankan kesehatan yang baik kita harus mencegah banyaknya ancaman yang akan mengganggu kesehatan kita. Ancaman yang paling berbahaya adalah kedunguan yaitu ketidaktahuan atau tahu tapi tidak mau melaksanakan. Ancaman lainnya terhadap kesehatan adalah pembuangan kotoran (faeces dan urina) yang tidak menurut aturan. Buang Air Besar (BAB) di sembarangan tempat itu berbahaya. Karena itu akan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit lewat lalat, udara dan air. BAB di sembarangan tempat dapat berakibat : (i) gampang terkena penyakit yang disebarkan lewat lalat, udara, air bahkan lewat tangan, (ii) rasa malu dilihat orang lain, (iii) rentan terhadap serangan binatang buas, (iv) merugikan orang lain. Hal ini bertentangan dengan adat ketimuran kita Serta yang tidak kalah pentingnya adalah mengajak masyarakat membandingkan dengan desa lain yang kondisinya lebih jelek (tidak mampu), namun bisa membangun jamban keluarga tanpa bantuan orang lain .
Pengaruh pemberian informasi prosedural tentang pertolongan persalinan terhadap tingkat kecemasan ibu primigravida
Kehamilan pertama bagi seorang wanita merupakan salah satu periode krisis dalam kehidupannya. Pengalaman baru ini memberikan perasaan yang bercampur baur, antara bahagia dan penuh harapan dengan kekhawatiran tentang apa yang akan dialaminya semasa kehamilan. Kecemasan tersebut dapat muncul karena masa panjang saat menanti kelahiran penuh ketidakpastian, selain itu bayangan tentang hal-hal yang menakutkan saat proses persalinan walaupun apa yang dibayangkannya belum tentu terjadi. Situasi ini menimbulkan perubahan drastis, bukan hanya fisik tetapi juga psikologis. Disadari bahwa kecemasan yang tertinggi yang dirasakan oleh seorang wanita hamil adalah proses persalinan. Ketakutan, kecemasan dan mitos-mitos yang salah membuat proses persalinan adalah sesuatu yang menakutkan. Pandangan ini seharusnya dirubah menjadi pandangan yang positif .
Kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya). Penelitian membuktikan bahwa kondisi psikologi dan emosi sangat berpengaruh kepada pertumbuhan janin dalam kandungan. Dari penelitian terbukti bahwa wanita hamil mengalami kecemasan akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayinya karena terjadi perubahan gen dalam tubuh.
Selama tiga bulan pertama kehamilan, terbukti bahwa wanita mengekspresikan ansietas tertentu, terutama berkenaan dengan persalinan, menjadi orangtua, kesehatan bayi, saran yang bertentangan dan kekhawatiran mengalami keguguran. Banyak ansietas ini menghilang selama trimester kedua kehamilan. Namun, dalam tiga bulan terakhir, ansietas mengenai persalinan kembali muncul. Jika ibu dalam masa kehamilan merasa bahagia maka bayi yang dikandungnya akan tumbuh optimal dan pada akhirnya setelah mereka lahir kedunia ibu bisa memberikan ASI yang merupakan hak dari si bayi.
Setiap wanita hamil dan keluarganya dipengaruhi dan berespons terhadap kehamilan dengan cara yang berbeda-beda. Pemantauan kehamilan yang cermat dan respons terhadap perawatan adalah hal yang penting. Perawat dalam memberikan informasi pada pasien juga menggunakan cara yang terapeutik untukmengatasi masalah pasien . Dalam teori Model Interaksi King menekankan bahwa pada proses komunikasi yang terjadi antara Perawat dengan klien merupakan hasil interaksi yang bertujuan untuk menentukan suatu keputusan dalam pelaksanaan tindakan kesehatan. Perawat tidak dapat melakukan tindakan kepada klien tanpa ada proses interaksi dan komunikasi tentang tindakan yang akan dilakukan pada klien. Perawat perlu menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan, resiko – resiko yang mungkin terjadi pada klien akibat bila tindakan tidak dilakukan dan biaya yang dikeluarkan dalam tindakan tersebut, semua harus dikomunikasikan pada klien agar keputusan yang dibuat oleh klien merupakan keputusan yang tepat dan yang terbaik bagi klien. Hasil penelitian dalam Jurnal Penelitian Ilmiah Kesehatan disebutkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan penerapan proses keperawatan; ada hubungan positif dan bermakna antara komunikasi interpersonal dengan penerapan proses keperawatan; ada hubungan positif dan bermakna antara keterampilan teknik dengan penerapan proses keperawatan.
Kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya). Penelitian membuktikan bahwa kondisi psikologi dan emosi sangat berpengaruh kepada pertumbuhan janin dalam kandungan. Dari penelitian terbukti bahwa wanita hamil mengalami kecemasan akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayinya karena terjadi perubahan gen dalam tubuh.
Selama tiga bulan pertama kehamilan, terbukti bahwa wanita mengekspresikan ansietas tertentu, terutama berkenaan dengan persalinan, menjadi orangtua, kesehatan bayi, saran yang bertentangan dan kekhawatiran mengalami keguguran. Banyak ansietas ini menghilang selama trimester kedua kehamilan. Namun, dalam tiga bulan terakhir, ansietas mengenai persalinan kembali muncul. Jika ibu dalam masa kehamilan merasa bahagia maka bayi yang dikandungnya akan tumbuh optimal dan pada akhirnya setelah mereka lahir kedunia ibu bisa memberikan ASI yang merupakan hak dari si bayi.
Setiap wanita hamil dan keluarganya dipengaruhi dan berespons terhadap kehamilan dengan cara yang berbeda-beda. Pemantauan kehamilan yang cermat dan respons terhadap perawatan adalah hal yang penting. Perawat dalam memberikan informasi pada pasien juga menggunakan cara yang terapeutik untukmengatasi masalah pasien . Dalam teori Model Interaksi King menekankan bahwa pada proses komunikasi yang terjadi antara Perawat dengan klien merupakan hasil interaksi yang bertujuan untuk menentukan suatu keputusan dalam pelaksanaan tindakan kesehatan. Perawat tidak dapat melakukan tindakan kepada klien tanpa ada proses interaksi dan komunikasi tentang tindakan yang akan dilakukan pada klien. Perawat perlu menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan, resiko – resiko yang mungkin terjadi pada klien akibat bila tindakan tidak dilakukan dan biaya yang dikeluarkan dalam tindakan tersebut, semua harus dikomunikasikan pada klien agar keputusan yang dibuat oleh klien merupakan keputusan yang tepat dan yang terbaik bagi klien. Hasil penelitian dalam Jurnal Penelitian Ilmiah Kesehatan disebutkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan penerapan proses keperawatan; ada hubungan positif dan bermakna antara komunikasi interpersonal dengan penerapan proses keperawatan; ada hubungan positif dan bermakna antara keterampilan teknik dengan penerapan proses keperawatan.
Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan therapy Diet pasien Diabetes Mellitus
Penyakit Kencing Manis atau Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang cukup familier di masyarakat Indonesia, tetapi tidak banyak dari kita yang memahami penyakit ini. Padahal dengan penanganan yang baik penderita kencing manis tidak akan mempunyai masalah yang berarti pada kualitas hidupnya. Seperti penyakit-penyakit kronis lainnya, misalnya : Hipertensi, Obesitas, Rematik, Hiper-cholesterolemia .
Kendala utama pada penanganan Diabetes Mellitus adalah kejenuhan. Pasien sering berganti metode pengobatan. Hal ini memang wajar dan manusiawi, tetapi hendaknya dipahami dulu apa sebenarnya Diabetes Mellitus itu. Hal ini penting diketahui supaya penderita bisa tetap berada pada jalur yang tepat, demi kualitas hidup yang optimal .
Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi utamanya pada terapi penyakit tidak menular termasuk diabetes. Adanya ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang sangat besar karena prosentase kasus penyakit penyakit tersebut diatas diseluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020. Penderita Diabetes melitus berdasarkan penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok menunjukkan angka 14,7% dan di Makassar 2005 mencapai 12,5%.4 Suatu jumlah mengerikan yang akan menjadi beban bagi petugas kesehatan, pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Harus diingat bahwa kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh lima dimensi yang saling terkait, yaitu faktor pasien, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan dan faktor sosial ekonomi. Semua faktor adalah faktor penting dalam mempengaruhi kepatuhan sehingga tidak ada pengaruh yang lebih kuat dari faktor lainnya.
Diabetes melitus tipe-2 adalah kelompok Diabetes Mellitus akibat kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar) berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon jaringan otot, jaringan adiposa dan hepar terhadap insulin ini, selanjutnya dikenal dengan resistensi insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia. Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang tidak dapat disembuhkan untuk itu diperlukan kesadaran bagi para penderita dan peranan dari keluarga yang cukup besar selain tentunya dari obat yang harus terus dikonsumsi.
Di rumah sakit, sumber daya manusia terbanyak yang berinteraksi secara langsung dengan pasien adalah perawat, sehingga kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh perawat dapat dinilai sebagai salah satu indikator baik buruknya kualitas pelayanan di rumah sakit. Perawat merupakan bagian tim kesehatan yang sering kontak dengan pasien.
Kendala utama pada penanganan Diabetes Mellitus adalah kejenuhan. Pasien sering berganti metode pengobatan. Hal ini memang wajar dan manusiawi, tetapi hendaknya dipahami dulu apa sebenarnya Diabetes Mellitus itu. Hal ini penting diketahui supaya penderita bisa tetap berada pada jalur yang tepat, demi kualitas hidup yang optimal .
Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi utamanya pada terapi penyakit tidak menular termasuk diabetes. Adanya ketidakpatuhan pasien pada terapi penyakit ini dapat memberikan efek negatif yang sangat besar karena prosentase kasus penyakit penyakit tersebut diatas diseluruh dunia mencapai 54% dari seluruh penyakit pada tahun 2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65% pada tahun 2020. Penderita Diabetes melitus berdasarkan penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok menunjukkan angka 14,7% dan di Makassar 2005 mencapai 12,5%.4 Suatu jumlah mengerikan yang akan menjadi beban bagi petugas kesehatan, pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Harus diingat bahwa kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh lima dimensi yang saling terkait, yaitu faktor pasien, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan dan faktor sosial ekonomi. Semua faktor adalah faktor penting dalam mempengaruhi kepatuhan sehingga tidak ada pengaruh yang lebih kuat dari faktor lainnya.
Diabetes melitus tipe-2 adalah kelompok Diabetes Mellitus akibat kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar) berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon jaringan otot, jaringan adiposa dan hepar terhadap insulin ini, selanjutnya dikenal dengan resistensi insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia. Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang tidak dapat disembuhkan untuk itu diperlukan kesadaran bagi para penderita dan peranan dari keluarga yang cukup besar selain tentunya dari obat yang harus terus dikonsumsi.
Di rumah sakit, sumber daya manusia terbanyak yang berinteraksi secara langsung dengan pasien adalah perawat, sehingga kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh perawat dapat dinilai sebagai salah satu indikator baik buruknya kualitas pelayanan di rumah sakit. Perawat merupakan bagian tim kesehatan yang sering kontak dengan pasien.
Langganan:
Postingan (Atom)